Kamis, 02 Mei 2013

KEKUASAAN DAN MORALITAS (KRATOLOGI)



A.    JENIS KEKUASAAN

Jenis kekuasaan yang kita pahami pada umumnya sekiranya dapat dibagi beberapa jenis kekuasaan sebagai berikut:
a.      Kekuasaan Eksekutif
Kekuasaan pemerintahan dimana secara teknis menjalankan roda pemerintahan.
b.      Kekuasaan Legislatif
Berwenang membuat dan mengesahkan perundang-undangan sekaligus mengawasi roda pemerintahan.
c.       Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan penyelesaian hukum yang didukung oleh kekuasaan kepolisian.
Tiga kekuasaan di atas dikenal dengan kekuasaan Triaspolitika. Sementara itu ada pula yang berpendapat jenis kekuasaan hanya terdiri dari dua besar atau dwipraja. Menurut:
a.      Donner
·         Kekuasaan pertama adalah kekuasaan khusus.
·         Kekuasaan kedua adalah kekuasaan khusus dari organ khusus salah satu sektor dari administrasi publik.
b.      Hans Kelsen
·         Kekuasaan pertama adalah kekuasaan fungsi menentukan haluan Negara.
·         Kekuasaan kedua adalah kekuasaan pelaksanaan haluan Negara.
c.       Amrullah
·         Kekuasaan militer.
·         Kekuasaan ekonomi.
·         Kekuasaan politik.
·         Kekuasaan budaya.
·         Kekuasaan pemerintahan atau birokrasi.
·         Kekuasaan hukum.





B.     SUMBER PENUNJANG KEKUASAAN

              Pada dasarnya kekuasaan politik adalah kemempuan individu atau kelompok untuk memanfaatkan sumber-sumber kekuatan yang bisa menunjang sector kekuasaannya dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Sumber-sumber tersebut adalah:
a.       Media massa.
b.      Media umum.
c.       Mahasiswa.
d.      Elit politik.
e.       Tokoh masyarakat atau militer.
Sumber penunjang untuk memperoleh, mempertahankan, menjatuhkan, kekuasaan yang perlu diperhitungkan adalah media massa. Jendral dan panglima perang Perancis Napoleon Bonaparte berkata “di medan perang aku tidak pernah takut, tapi yang paling ku takuti adalah pena wartawan. Dalam teori lain, unsur penunjang kekuasaan politik antara lain:
1.      Power machine
2.      Power backing
3.      Power fund
4.      Peoples power




C.    UNSUR-UNSUR KEKUASAAN

Ada tiga komponen dalam rangkaian kekuasaan yang akan mempengaruhi penguasa atau pemimpin dalam menjalankan kekuasaannya. Tiga komponen ini adalah:
a.       Pemimpin (pemilik atau pengendali kekuasan).
b.      Pengikut.
c.       Situasi.
Dari gerak ketiga komponen di atas maka kekuasaan juga mempunyai unsur:
1.      Unsur influence: meyakinkan sambil berargumentasi.
2.      Unsur persuation: kemampuan untuk meyakinkan orang dengan cara sosialisasi atau persuasi.
3.      Unsur force: kekuatan massa termasuk dengan kekuatan militer.


D.    AJARAN POLITIK DARI BERBAGAI NEGARA

Pada bagian ini kan dipelajari beberapa ajaran politik dan kekuasaan dari berbagai Negara.tujuannya adalah agar bisa di di bandingkan mengenai format dan karakter yang berkembang di suatu Negara tertentu terhadap ajaran politik di Negara lain :

1.Ajaran dari yunani 

A . Socrates menyatakan bahwa dalam Negara perlu adanya pendidikan politik.
B .  Plato menyatakan bahwa dalam tindakan politik harus menekankan pada moralitas
C .  Aris letoles menyatakan bahwa dalam tindakan politik harus terkait antara etika politik dan ekonomi
            2. Ajaran dari Cina
A .  Kong hu-chu menyatakan bahwa Negara harus menciptakan ketertiban yang di mulai dari ketertiban keluarga lingkungan masyarakat dan Negara.
B .  Sut Yat Sen mengatakan bahwa perlu adanya kekuatan nasionalis dalam Negara cina ( nasionalisme )
            3.Ajaran dari romawi
        Negeri ini terkenal dengan ajaran imperium yang tak bermoral, yaitu system penjajahan, penguasaan, atau perluasan wilayah yang sebesar-besarnya.
4.Ajaran dari Italia

Di Negeri ini lahir seorang sejarawan masyur bernama Nicchollo Machiavelli, yang pandai menulis tingkah laku kekuasaan.

5.Ajaran dari Perancis

Di Negeri ini pada abad 16 terpetik adanya teori politik dengan system kekuasaan bangsawan atau veodalisme.





E.     SOSOK PENGUASA DALAM TABIAT POLITIK KEKUASAAN

Daam buku yang ditulis Niccollo Machiavelli, II Principle, seperti di sadur Pax Banedanto ( 1997 ) tergambar contoh-contoh sosok penguasa dalam tabiat politik kekuasaannya. Berikut ini adalah gambaran yang di maksud sebagai tabiat politik penguasa tersebut :
1.             Pengusa harus mampu memadukam watak singa dengan rubah atau serigala.
2.             Untuk memperoleh kekuasaan, seseorang harus mengandalkan keutamaan ( virtue ) atau harus aktif mencari kesempatan kekuasaa.
3.             Calon penguasa sebelum berkuasa atau ingin berkuasa harus tahu tentnag karakteristik wilayah yang akan dikuasai.
4.             Di Perancis, model kekuasaan bangsawan sangat besar. Kata Machiavelli, untuk merebut kekuasaan di Perancis sangat mudah.
5.             Cerita Machiavelli bahwa penguasa yang diangkat karena kemujuran, kemudahan, KKN, akan mengakibatkan kekuasaan itu rapuh.
6.             Ketika Savana Rola baru berkuasa di Firenze, Italia secepat itu pula merombak system administrasi dan hokum.
7.             Raja OLiverotto yang berkuasa di kota Fermo sebagai akibat ia terlalu memanjakan dan memihak satu golongan atau friksi.
8.             Untuk menghidupkan kekuasaan status quo dan memperkuatnya, maka penguasa dapat mengambil hati kepada rakyatnya, sehingga mereka merasa emiliki hutang budi.
9.             Raja – raja Roma dan Sparta banyak yang tangguh dan bertahan lama dalam menjalankan kekuasaanya karena menggunakan sistim disiplin yang tinggi, taat hokum dan ditunjang dengan kekuatan militer yang kuat.
10.         Penguasa yang tangguh dan licik, apabila ada tugas yang berdampak kurang baik  bagi rakyatnya, maka tugas itu akan diberikan kepada orang lain, tapi apabila ada tindakan atau tugas yang menguntungkan, memujikan dirinya, maka akan di kerjakan sendiri.

Selain Niccollo Machiavelli, sosok kekuasaan penguasa atau pemimpin dalam menjalankan kekuasaannya dapat menjadi model seperti yang di tulis oleh Ki Dalang Bondan Wibatsuh sebagai berikut:

1.             Model Penguasa Lodra. Seorang pemimpin atau penguasa yang bertipe Lodra kurang dapat diidentifikasikan sebagai orang yang selalu menaruh curiga terhadap orang-orang disekelilingnya sehingga relative sulit untuk dapat menerima pendapat orang lain serta cenderung memaksakan kehendaknya.
2.             Model penguasa angkara. Pemimpin yang bertipe angkara bersifat individualistis dan dalam usaha pemenuhan kepentingan pribadi sangatlah menonjol sehingga cenderung memanfaatkan potensi pengikutnya dan potensi organisasi untuk pemenuhan kebutuhan pribadi.
3.             Model penguasa nuraga. Di katakana sebagai pemimpin yang bertipe nuraga karena tindakannya dan keputusannya banyak diwarnai keragu-raguan.
4.             Model penguasa sukarda. Kepemimpinan tipe sukarda dirasakan sebagai seorang pemimpin yang terlalu besar perhatiannya terhadap kepentingan anggota kelompok.
5.             Model penguasa nimpuna. Pemimpin  bertipe nimpuna merupakan figure pemimpin yang dapat memadukan kepentingan organisasi, kepentingan warganya dan kepentingan pribadinya secara harmonis dan seimbang.
Dalam kepemimpinan jawa klasik juga dikenal pula beberapa sosok penguasa yang dalam menjalankan kekuasaanya dapat menjadi model seperti di bawah ini:
1.             Cambuk Api : pemimpin bersikap sangat keras dan tegas dalam menindak berbagai gejala deviasi yang dilakukan oleh warganya.
2.             Seruling Gading :pemimpin bersikap lembut dan persuasive dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya.
3.             Mengendalikan Arus Air :bahasa aslinya disebut mangreh kridhaning ramu.
4.             Menunggu Tenang Air Berpusar :dalam budaya  daerah dikenal dengan sebutan ngranti menebing warih.
5.             Menampar dengan Tangan Orang Lain :dalam bahasa aslinya disebut nabok nyilih tangan.

Akhirnya sosok penguasa atau pemimpin dalam menjalankan politik kekuasaannya, menurut ajaran wewayangan, telah disapdakan oleh Kukila Kepala Arjuna, yang kemudian dikenal dengan Wahyu Makuta Rama atau disebut pula Hasta Brata, yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1.             Pemimpin itu laksana matahari yang berkewajiban member cahaya, penerangan untuk kepentingan kehidupan makhluk.
2.             Pemimpin itu laksana bintang  di langit.
3.             Pemimpin itu laksana bulan yang selalu member penerangan pada malam gelap dan memberikan kesejukan hati.
4.             Pemimpin itu laksan awan yang kadang-kadang nampaknya menakutkan kalau mendung tapi terbukti dengan hujannya banyak member manfaat.
5.             Pemimpin itu laksana angin yang bisa masuk ke dalam lubang yang bagaimanapun kecilnya.
6.             Pemimpin itu laksana lautan yang luas,yang setiap hari menampung air bah yang bagaimanapun besarnya.
7.             Pemimpin itu laksana bumi yang menanggug banyak beban.
8.             Pemimpin itu harus laksana api yang sanggup membakar apa saja.




F.     JALAN MANUJU MA’RIFATULLAH KEKUASAAN

Selain itu masih ada pula rambu-rambu kekuasaan atau dalam ajaran agama disebut “mengikuti sunnah kekuasaan”. Rambu-rambu kekuasaan adalah suatu etika moral, ajaran peringatan tingkah laku moral dan atau pedoman hidup bagi siapa saja yang menerima amanah kekuasaan.

Di Indonesia ada tiga kelompok profesional dalam kekuasaan, yakni ilmuan, cendekiawan, dan teknokrat. Ilmuan bekerja atas konsep teori yang diketahui dan cendekiawan harus menerjemahkan teori yang ada menjadi nilai atau etika kekuasaan di tengah masyarakat. Sedangkan teknokrat menggalang kekuatan dengan ilmuan baik secara politis dan strategis sehingga dukungan dari orang lain akan mengalir kepadanya apabila dapat menciptakan sistem yang kondusif dalam permainan perannya.

Kekuasaan itu akan tidak bermoral apabila hanya semata-mata menggunakan argumen politik Max Weber (Gerth’s Mills, 1962) bahwa negara adalah satu-satunya lembaga yang memiliki keabsahan untuk melakukan kekerasan. Namun Mohammad Harbi dalam suatu  ketika pernah mengatakan banyak negara mempunyai angkatan bersenjata, tapi di Aljazair angkatan bersenjata itu adalah negara.

William Lidle, Guru Besar Ilmu Politik dari Universitas Ohio State misalnya menyatakan bahwa para penguasa Indonesia ini cenderung mendua, di satu sisi menyuarakan demokrasi, di sisi lain takut kehilangan fasilitas atau posisi kekuasaannya. Di sini menurut Lidle akan timbul diktator intelektual (Gatra, 17/6/1995).

Manusia itu pada dasarnya adalah politik, tapi politik yang bermoral. Rakyat itu adalah kerikil tajam bagi penguasa yang otoriter. Bila tidak hati-hati mereka bisa jatuh karenanya.

Satu lagi pelajaran Islam tentang kebaikan Allah adalah bahwa apabila ada orang berbuat jelek atau jahat kepada kita, maka hendaknya orang tersebut kita balas dengan kebaikan. Dengan cara seperti itu orang tersebut diharapkan menjadi sadar dan merubah kejahatannya dengan kebaikan juga. Sebagaimana firman Allah, “Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.” (QS. Al-Mu’minun:96).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar